Selasa, 09 Juni 2015

Sebutir Debu



Kadang aku menyerah pada hempasan angin. Membiarkannya menghempas rambutku dan membiarkan sebutir debu melesat ke mataku. 
Pada saat itu aku bingung. Ada dua pilihan; membiarkan mataku perih dan merelakan diriku merasakan sakit yang cukup lama namun berujung pada kesembuhan, atau menguceknya dengan jariku sehingga aku tak kesakitan lagi untuk sementara.
Kadang kala, aku salah memilih. Aku tak memikirkan risikonya terlebih dahulu. Kadang kala, aku tak memanfaatkan logikaku untuk berpikir. Kadang kala, hanya dengan perasaanlah aku memilih.
Pada akhirnya, aku menangis. Menyesali pilihan salah yang kuanggap tepat.

***

curhatan pelajar labil mengenai sebutir debu di tengah lapangan sekolah...