Rabu, 24 Juni 2015

The Power of Love and Cheese

“I believe in love at first sight, because I love my mom since I opened my eyes.”– Anonim

Quote di atas merupakan salah satu quote yang paling aku ingat. Memang benar, cinta pertama kita adalah ibu kita sendiri. Ia adalah wanita yang pertama kali memberikan cinta dan kasih sayang yang paling tulus. Maka dari itu, sudah seharusnya kita membalas cinta dan kasih sayangnya selama ini dengan memberikan sesuatu yang terbaik yang dapat membuatnya bahagia. Seperti halnya Viska—sahabatku dari Mataram.
Empat hari yang lalu, tepatnya hari Sabtu, ia mengeluhkan bahwa puasanya di hari itu terpaksa harus ia batalkan. Sebab, sejak seminggu yang lalu ibunya kerap kali kesulitan untuk tidur sehingga terpaksa begadang hingga dini hari.
Pada Jumat malam, minggu lalu, lagi-lagi ibunya didera insomnia sehingga harus tidur sekitar pukul satu dini hari. Tentu saja hal itu berdampak bagi keluarganya. Keluarga kecil dengan anggota tiga orang tersebut—Viska, ayahnya, dan ibunya—terpaksa melewatkan jam makan sahur lantaran si ibu yang terlambat bangun, padahal biasanya sang ibu lah yang membangunkan mereka untuk sahur sekaligus yang menyiapkan hidangannya.
Viska yang pada Jumat malam tak memakan apapun selain hidangan buka puasa, terpaksa membatalkan puasanya pada Sabtu siang lantaran perutnya yang hanya diisi santapan buka puasa itu tak mampu menahan rasa lapar yang melanda.
Tak ingin kejadian serupa terulang kembali, Viska berinisiatif untuk menyalakan alarm pada Sabtu malam agar tidak melewati jam makan sahur untuk kedua kalinya. Benar saja, di hari itu Viska lebih dulu bangun daripada ibunya. Tak berniat membangunkan ibu dan ayahnya sepagi itu, ia mempersiapkan hidangan sahur sederhana; mie kuah, telur dadar, dan sambal beberoq khas Lombok. Setelah semuanya siap, barulah ia membangunkan sang ibu dan ayah.
Hari itu juga, pada sore harinya, Viska mendapat jawaban atas permasalahan ibunya yang akhir-akhir ini kesulitan untuk tidur. Ternyata, sang ibu dilanda stress ringan lantaran bisnis pakaiannya merosot setelah tertipu oleh agen penjual busana muslim di instagram beberapa minggu lalu.
Malam harinya sekitar pukul delapan, barulah Viska kembali mengirimiku pesan melalui BBM mengenai sang ibu. Mengetahui kejadian tersebut, tentu saja aku sebagai teman ingin membantu. Tiba-tiba aku mengingat pelajaran biologiku dulu saat duduk di kelas Sembilan SMP. Alhasil sebuah ide yang kuanggap ‘cemerlang’ melesat ke otakku.
Yap Keju!
Sekotak Keju Kraft yang kukirimi kepada Viska

Sekitar dua tahun lalu, saat masih duduk di bangku kelas Sembilan SMP. Guruku pernah berpesan untuk mengonsumsi keju atau makanan yang mengandung keju—bukan snack—pada saat mendekati Ujian Nasional. Karena selain rasanya yang enak dan gurih, keju juga menyimpan banyak kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Diantaranya mengandung tryptophan, sejenis asam amino yang mampu meredakan stress dan membantu tidur agar pulas. Seperti yang kita ketahui, kadang Ujian Nasional dapat membuat stress dan tidur kurang nyenyak bagi sebagian pelajar, termasuk aku.
Berdasarkan pengalamanku itu, aku berpikir bahwa mungkin keju lah yang dibutuhkan oleh ibunya Viska. Mengingat di kulkas ada sekotak Keju Kraft Cheddar yang kubeli Senin malam—minggu lalu—untuk memenuhi syarat mengikuti ‎Kelas Training Blogger Indscript  bersama Keju Kraft. Senin pagi tanpa sepengetahuan Viska, aku pergi ke Kantor POS untuk mengirim sekotak Keju Kraft tersebut yang sebelumnya telah kuletakkan ke dalam sebuah kotak dan melapisi kotak tersebut dengan kertas kado. Memang hanya sekotak keju yang kukirimkan untuk Viska. Namun aku yakin, dengan sekotak Keju Kraft itu ditambah rasa cinta dan kasih sayang yang miliki Viska untuk ibunya, ia dapat menyulapnya menjadi sebuah hadiah sekaligus obat yang mujarab untuk ibunya.
Sore harinya, sampailah sekotak Keju Kraft tersebut ke rumah Viska. Tentu saja ia bertanya-tanya mengapa aku megiriminya sekotak keju. Setelah menjelaskan, tanpa kuduga sebelumnya, Viska memberi respon yang sangat positif. Menurutnya ideku untuk mengolah keju menjadi sebuah kue ataupun jenis makanan lainnya itu sangat cemerlang, mengingat sang ibu sangat menyukai keju. Pada hari itu juga, disulaplah sekotak Keju Kraft tersebut menjadi camilan yang kuyakini enak dan gurih ala Viska.
Butuh waktu sekitar tiga jam bagi Viska untuk menyelesaikan proses membuat camilan tersebut, mulai pukul lima sore hinga sekitar pukul delapan malam. Namun tentu saja waktu yang tiga jam tersebut dibarengi dengan selingan waktu berbuka dan lain sebagainya.
Tak ingin merasakan sendiri kelezatan camilan yang dilengkapi Keju Kraft tersebut, keesokan paginya Viska mengirimiku camilan tersebut.
Pada Selasa sore sekitar pukul 17.30, sampailah sekotak camilan itu ke tanganku. Dan barulah kuketahui camilan yang baru pertama kali kucicipi tersebut bernama “Nachos”, makanan khas meksiko yang terdiri dari Kripik Tortilla yang dimakan dengan dibaluti keju cair. Sayang, sesampainya di rumahku, kejunya sudah memadat. Namun aku tak mempermasalahkannya, sebab selama menggunakan Keju Kraft rasanya akan tetap enak dan gurih.

Nachos buatan Viska

Ternyata sekotak keju yang kukirimi tersebut berhasil disulap oleh Viska menjadi sebuah bukti cintanya kepada sang ibu.
Tak mau kalah dengan Viska dalam hal menabur kebahagiaan untuk ibu dengan sekotak Keju Kraft, akupun berencana membuat satu hidangan berbahan keju untuk ibuku. Mengingat keju mengandung banyak mineral sangat baik untuk melindungi gigi dari kerusakan, aku berharap dengan mengonsumsi Keju Kraft, gigi ibuku yang sudah mulai keropos dapat terlindungi. Maka, ibuku akan terus dapat merasakan masakanku tanpa takut dengan masalah giginya.

Inilah yang dinamakan, “The power of love and cheese.”